Seruan Nasional Dampak Pandemi COVID-19: Selamatkan Masa Depan 25 Juta Anak Indonesia !

Pada 25 September 2020 Satuan Tugas Penanganan COVID-19 melaporkan penambahan kasus baru nasional tertinggi 4.823 kasus, dengan jumlah kasus kumulatif terkonfirmasi positif sebanyak 266.845 dan jumlah kematian total mencapai 10.218. Hal ini menunjukkan kecenderungan kasus semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya positivity rate per 25 September sebesar 14,3%, jauh di atas standar aman WHO sebesar 5%. Data kasus anak usia 0 - 5 tahun sebanyak 2.4% dan 6-18 tahun sebanyak 7.4%. Laporan dari berbagai kota bahwa kasus-kasus yang ditangani telah mencapai kapasitas maksimum Rumah Sakit-Rumah Sakit rujukan COVID-19. Selain itu, peningkatan transmisi terjadi di kalangan tenaga kesehatan, bahkan hingga gugur. Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia sudah menjadi negara tertinggi jumlah penambahan kasus kematian per hari. Di sisi lain, pemerintah mengizinkan tempat-tempat usaha dan wisata kembali beroperasi, termasuk kegiatan sekolah tatap muka di daerah-daerah yang dinyatakan sebagai zona hijau dan kuning.

Selama pandemi COVID-19 sebanyak 83,9% pelayanan Kesehatan dasar tidak bisa berjalan dengan optimal terutama Posyandu (Kemenkes, 2020). Banyak ibu hamil tidak mendapatkan pelayanan antenatal yang memadai. Situasi ini terjadi di hampir diseluruh wilayah Indonesia. Hal ini memberikan dampak sangat besar pada pelayanan Kesehatan masyarakat, khususnya pada pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Saat negara menaruh perhatian besar pada upaya pemulihan sektor ekonomi, masyarakat khususnya kelompok yang rentan justru terabaikan dan berpotensi menimbulkan beban ekonomi yang lebih besar di masa yang akan datang. Pelayanan fasilitas kesehatan yang terdampak pandemi, termasuk layanan Posyandu, mengakibatkan 25 juta balita tidak memperoleh imunisasi, suplementasi vitamin A, pemantauan tumbuh kembang dan pelayanan rutin lainnya yang sangat diperlukan. Data menunjukkan bahwa dalam kurun lima tahun terakhir lebih dari 15 ribu anak Indonesia terdampak kejadian luar biasa antara lain polio, campak, difteri, gizi buruk dan wabah lainnya yang mengakibatkan kualitas hidup anak berkurang bahkan mengancam nyawa. Dampak pada anak ini mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar pada keluarga, daerah dan negara untuk jangka waktu pendek maupun panjang. Kasus anak di Indonesia yang terinfeksi COVID-19 per 10 Agustus 2020 sudah mencapai 3.928 anak, dan meninggal sebanyak 59 anak yang merupakan kasus tertinggi di Asia

Kejadian COVID-19 pada ibu hamil, dampak terhadap pelayanan pemantauan kehamilan memicu kenaikan angka kehamilan dengan komplikasi. Jika hal ini tidak mendapatkan perhatian serius dan terjadi dalam waktu 1 tahun, maka pengawasan terhadap ibu hamil dengan risiko tinggi tidak dapat dilakukan dengan baik, kemungkinan terjadi kematian ibu yang lebih tinggi dari 25% akibat kehamilan dengan hipertensi (preeklamsia)

Sebagai kelanjutan dari Seruan Kemerdekaan Kesehatan Ibu dan Anak pada Masa Pandemi COVID-19 pada 17 Agustus 2020 lalu, dengan ini PB IDI (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia), PP IAKMI (Pengurus Pusat Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia), DPP PPNI (Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia), PP IBI (Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia) dan GKIA (Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak ) menyerukan secara nasional :

Pertama: Penyelenggaraan Pelayanan kesehatan ibu dan anak serta pelayanan kesehatan dasar yang menjadi kewajiban Pemerintah Daerah harus menjadi prioritas utama, sebagaimana rekomendasi WHO agar pelayanan kesehatan esensial tetap terselenggara. Semua sektor harus dikerahkan untuk memastikan layanan berjalan dengan cara yang disesuaikan dengan situasi daerah masing-masing. Pemerintah Daerah perlu memikirkan melakukan pemisahan layanan Puskesmas dan klinik yang dikhususkan bagi ibu hamil, bayi dan balita terpisah dari layanan pasien dengan COVID-19. Sehingga mereka tidak ragu untuk datang memeriksakan diri. Demikian juga dengan Posyandu harus segera dibuka dengan mematuhi Panduan Operasional Posyandu dalam Adaptasi Kebiasaan Baru yang telah disiapkan oleh Kementerian Kesehatan. Sehingga hal ini akan memudahkan dan memperluaskan akses bagi pelayanan kesehatan Ibu dan Anak.

Kedua: Semua upaya pemulihan ekonomi harus disertai pengutamaan pada kebijakan perlindungan kesehatan ibu dan anak yang jelas. Pimpinan pusat dan daerah wajib menyerukan dan memfasilitasi layanan imunisasi, pemantauan gizi dan layanan kesehatan dasar lainnya terpenuhi dan tersedia bagi masyarakat luas. Menghimbau Pemerintah Daerah mendorong masyarakat memanfaatkan ekonomi rumah tangga seperti menanam sayuran, memelihara ternak ayam atau ikan yang ditujukan untuk pemenuhan gizi seimbang. Ekonomi kerakyatan perlu dibina agar sumber daya alam difokuskan untuk memenuhi gizi rakyat, dengan advokasi pola makan sehat seimbang. Pemerintah wajib mengatur kebijakan konsumsi produk pangan dan minuman yang berisiko mempengaruhi status gizi terutama pada usia tumbuh kembang, mengingat literasi publik masih rendah, sebaliknya komersialisasi serta promosi kian tidak terkendali dari pihak-pihak yang juga berusaha secara ekonomi untuk bertahan.

Ketiga: Semua upaya pengendalian pandemi COVID-19 maupun penerapan kebijakan Adaptasi Kebiasaan Baru harus melibatkan secara aktif semua sumber daya bangsa khususnya pakar Kesehatan baik di dalam negeri maupun luar negeri, lembaga-lembaga profesi kesehatan dan penyedia layanan kesehatan baik di bidang preventif, promotif dan kuratif serta kelompok masyarakat sipil. Menghimbau Kementerian Pendidikan untuk menunda kegiatan sekolah tatap muka walaupun di zona hijau. Di samping itu, kurikulum pendidikan jarak jauh perlu mendapat dukungan dari tenaga psikolog (perlu mempertimbangkan kondisi psikolog anak), agar muatan pengajaran dapat meningkatkan motivasi belajar yang berdampak pada tumbuh kembang anak yang lebih baik. Kebijakan Pemerintah Pusat harus memastikan kebijakan yang diteruskan ke daerah memiliki perspektif yang sama, ditaati dan diteruskan sampai ke tingkat masyarakat desa.

Keempat: Agar dapat memberikan pelayanan secara aman dan optimal, pemerintah harus memastikan perlindungan para tenaga kesehatan dan keluarganya melalui standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), penyediaan alat pelindung diri (APD) yang memadai dan penerapan protokol kesehatan di masa pandemi COVID-19 yang ketat. Pemerintah mendukung dan memastikan semua layanan kesehatan yang menangani pasien COVID-19 memiliki dan menggunakan kelengkapan standar pelayanan minimum. Semua pihak perlu berupaya menghapus stigma yang menghalangi langkah-langkah memutus penyebaran COVID-19.

 

 

 

File PDF dapat diakses di link berikut ini https://drive.google.com/file/d/1jLhZHOIihzzG26b9mHQUZHUuTQgJygqa/view?usp=sharing