Refleksi Upaya Kesehatan di Masa Pandemi dan Resolusi 2022: Menjemput Peluang Melalui Transformasi Digital (1)
Kegiatan dibuka oleh Ketua Umum IAKMI, Dr. Ede Surya Darmawan SKM, MDM, kemudian dilanjutkan dengan keynote speech oleh Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS, selaku Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P), Kementerian Kesehatan RI. Beliau menyampaikan bahwa pandemi menambah tantangan bidang Kesehatan selain permasalahan Kesehatan lainnya yang persisten seperti tuberkulosis dan penyakit tidak menular. Tantangan Kesehatan di era pandemi ini di antaranya, sistem surveilans yang belum realtime dan terintegrasi, ketidakmerataan akses layanan, sulitnya akses data Kesehatan yang real time dan banyaknya pencatatan data, ketidakmandirian produksi obat dan layanan Kesehatan, banyaknya stigma dan hoax, serta kapasitas sumber daya manusia yang belum optimal.
Dr. dr. Tri Yunis Miko, MSc, dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), menyampaikan mengenai pembelajaran dari pelaksanaan surveilans yakni kualitas surveilans yang sudah semakin baik dibandingkan saat sebelum pandemi. Hal serupa juga terjadi di tingkat global yang itu berarti masyarakat global belajar dengan cepat dari kondisi pandemi COVID-19 ini. Di sisi lain, isu yang perlu diperbaiki terkait proses surveilans yang telah berjalan yakni bias reporting. Surveilans dan survei selalu memberikan angka berbeda dimana survei memberi hasil lebih besar hingga 2-10 kali lipat. Kondisi bias ini menyebabkan miss detection yang bisa jadi bom waktu terhadap meledaknya kasus COVID-19 di Indonesia. Untuk itu perlu diatasi di antaranya dengan cara meningkatkan surveilans pada kasus ringan dan OTG serta perbaiki tracing dan test yang standar.
Hal lain yang juga telah baik yakni adanya struktur satuan tugas (Satgas) di tiap tingkat wilayah. Program penanggulangan COVID-19 yang dilakukan juga telah melibatkan multisektor dan didanai oleh negara. Tantangan program multisektor adalah tentu kesamaan tujuan; Posisi Satgas COVID-19 saat ini di bawah Komite Penanggulangan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi (KPC PEN), sehingga perihal kesehatan dan penanganan ekonomi harus bisa sejalan. Tantangan lain yang dihadapi yakni kemampuan antar-Satgas yang berbeda-beda, khususnya dari segi kemampuan sumber daya manusia (SDM) dan ketersediaan fasilitas. Untuk itu, perlu perhatian lebih lanjut dalam dua hal tersebut ketika akan membangun sistem berbasis digital.
Selanjutnya, pembelajaran dari aspek Promosi dan Pendidikan Kesehatan Masyarakat disampaikan oleh Dr. Sarah Handayani SKM, MKes, Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia (PPPKMI). Pada 2020 dan 2021, PPPKMI telah berhasil mengadvokasi pembentukan regulasi mengenai standar profesi tenaga promosi Kesehatan dan ilmu perilaku dan tentang jabatan fungsional tenaga promosi Kesehatan dan ilmu perilaku. Kedua peraturan ini berpihak pada para tenaga promosi Kesehatan dan ilmu perilaku, yang memegang peran penting pada kondisi pandemi COVID-19, dan harapannya mampu meningkatkan Kesehatan masyarakat lebih baik lagi. Fokus resolusi 2022 yang
akan dilakukan yakni pengembangan struktur organisasi yang mampu menjawab kebutuhan transformasi Kesehatan digital, investasi pada SDM pengelola konten digital, penguatan kemitraan dan advokasi, serta pelaksanaan “8 Rencana Aksi Konas Promkes 2021”. Pembicara ketiga yakni Rudatin SSt.MK, SKM, M.Si, Ketua Umum (Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi), menyampaikan soalan gizi yang terjadi dan intervensi yang telah dilakukan. Beban masalah gizi di Indonesia cukup tinggi meliputi: undernutrition, overnutrition, underweight, stunting, anemia gizi, kekurangan energi kronis (KEK), overweight dan obesitas. Sementara itu, COVID-19 menyebabkan terhambatnya program-program intervensi gizi yang ada, contohnya Posyandu. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, proporsi pemantauan pertumbuhan balita sesuai standar tahun
2021 rendah, yakni hanya 36,9% (penimbangan berat badan) dan 63,7% (pengukuran tinggi badan). Untuk itu, Persagi akan melakukan kerja sama dengan berbagai lintas sektor untuk membantu pencapaian target perbaikan gizi nasional.
Profesional bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) juga menyadari bahwa pandemi menjadi titik balik percepatan transformasi digital. Sebagaimana disampaikan oleh Dr. Robiana Modjo, SKM, M.Kes, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Kesehatan Kerja Indonesia (PAKKI), digitalisasi dapat mempengaruhi budaya keselamatan dan meningkatkan konsistensi dalam penerapan K3. Platform untuk aspek-aspek manajemen K3 seperti proses, pengawasan, komunikasi, pelaporan, dan audit harus sudah mulai dikembangkan dan diterapkan untuk mencapai (Health, Safety, and Environment) HSE Excellence. Untuk menghadapi tantangan era digitalisasi, resolusi untuk tahun 2022 ini berupa perkuatan dan perluasan jejaring internal dan eksternal organisasi profesi dan peningkatan kompetensi berkelanjutan dari jabatan fungsional pembimbing kesehatan kerja.
Terakhir, dari perspektif kesehatan lingkungan yang merupakan salah satu komponen pelayanan kesehatan esensial. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh narasumber, yaitu Prof. Dede Anwar Musadad, Ketua Kolegium Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI), 53,4% responden survei menyatakan bahwa pelayanan kesehatan lingkungan berkurang. Tantangan lain yang dihadapi yakni berkaitan dengan pengelolaan limbah vaksinasi COVID-19. Fasilitas layanan Kesehatan (Fasyankes) memiliki jumlah sanitarian terbatas dan insinerator berizin; Fasyankes juga ada yang tidak memiliki tempat pembuangan sampah (TPS) yang terstandar. Resolusi yang diusung untuk tahun 2022 yakni pengendalian serta pemulihan dan penguatan layanan kesehatan esensial yang meliputi pemenuhan kebutuhan manajemen Fasyankes.
Materi dan paparan para narasumber dapat diakses di link https://bit.ly/MateriRoundtableDiscussion
Penulis:
Nadilah Salma, SKM
Program Monitoring, Evaluation, and Learning Officer
Transform Health Indonesia